Mu'atthalah berasal dari kalimat عطل yang artinya putus dan berhenti, jama'/pluralnya adalah معطلون. Contohnya seperti سيارة معطلة yang artinya mobil yang mogok. Mu'atthal berarti disfungsi dan pembatalan.
DR Yusuf Al Qaradawi dalam buku Dirasah fi maqasid syariah menyebut sebuah istilah المعطلون الجدد, Qaradawi menyebut ada sekelompok orang yang giat mewacanakan pembatalan syariah dan menggantinya dengan ideologi lain terutama liberalisme. Mereka gemar membatalkan dalil dalil syar'i dari masalah fiqh,sosial, ekonomi hingga politik.
Disini kita menamakannya sebagai Neo mu'atthilah, Qaradawi mencirikan orang orang yang berpandangan Neo mu'atthilah zaman ini dengan :
1. Mendahulukan pertimbangan logika (termasuk budaya lokal) ketimbang Wahyu, baik dalam fiqh hingga sejarah manusia.
2. Konsisten melawan teks teks Al Qur'an dan Sunnah dengan logika akal secara membabi buta. Mereka melakukannya tanpa ilmu dan petunjuk agama.
3. Mereka sudah berani dan PEDE berbicara diranah publik tanpa ilmu. Sehingga kerap membawa fitnah terhadap agama dan umat-nya.
4. Mereka sudah menjadi عبيد الفكر الغربى yaitu budak pemikiran barat. Mereka malu menggunakan syariah dan lebih percaya diri menggunakan ideologi ideologi buatan manusia.
Keempat ciri ciri ini menandakan bahwa kaum Neo mu’atthilah ini sebenarnya berasal dari kalangan terdidik dan termasuk kalangan yang terdidik dipesantren dan perguruan perguruan tinggi Islam. Mereka sebenarnya sedikit banyak sudah mempelajari ilmu hadist,aqidah, tafsir,usul fiqh dsb dsb.
Namun mereka tetap dikuasai oleh filsafat Sofisme (safasthaiyyah). Yaitu sebuah terminasi filsafat Yunani kuno abad ke5 Masehi yang menihilkan kebenaran sejati dan mengagungkan materialisme. Sofisme adalah fondasi dari falsafah barat modern saat ini.
Meskipun ilmu ilmu para sarjana muslim ini luas dan dalam, namun keilmuan Islam mereka hanyalah sebuah koleksi klasik didalam benak mereka, sebab mereka secara substansial sudah terformat pikirannya menjadi seorang sofism. Seorang sofis akan cenderung meremehkan dalil dalil syar’i dari Wahyu meski dia selalu lantang menyebut dirinya sebagai sarjana atau ahli agama.